BISMILLAHIRROHMANIRROHIM
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu(Q.S Al Baqarah:216)
Secara bahasa Aurat artinya barang yang buruk, sedang menurut syara’ adalah bagian tubuh yang tidak patut diperlihatkan kepada orang lain. Berdasarkan pertanyaan sahabat kepada Rosulullah Saw”saya bertanya , manakah dai aurat-aurat kami yang boleh diperlihatkan dan mana yang tidak?” Maka Nabi Saw, menjawab, “ Pelihralah auratmu kecuali terhadap istrimu dan hamba sahayamu. Saya bertanya pula, Kalau orang – orang itu berkumpul satu sama lain? Beliau menjawab, “Kalau kamu dapat agar tidak seorangpun melihat auratmu, maka jangan sampai melihatnya “.saya bertanya pua.”kalau salah satu seorang dari kami dalam keadaan sendirirn?” Beliau menawab,” Maka terhadap Allah swt. Sepatutnya orang lebih merasa malu daripada terhadap sesama.
Aurat Wanita Diluar Shalat
Apabila sendian Aurat Wanita Diluar Shalat adalah pusat dan litut. Adapun bila brsama muhrim atau selain muhrinya ada perbedaan pendapat yaitu:
Menurut para ulama Maliki, aurat wanita terhadap muhrimnya yang lelaki adalah seluruh tubuh selain wajah, dan ujung-ujung badan, yaitu kepala, leher, atau tangan kaki.
Menurut ulama bermadzab Hambali, aurat wanita terhadap muhrimnya yang laki-laki adalah seluruh badan, selain wajah, leher, dua tangan, telapak kaki dan betis. Begitu pula terhadap sesama wanita yang beragama islam, orang lain perempuan boleh memperlihatkan tubuhnya selain anggota badan antara pusar dan lutut, baik ketika sendirian maupun ketika wanita-wanita itu didekatnya. Menurut ulama bermadzab hambali tidak ada perbedaan antara wanita muslimah dan kafir dalam masalah ini.
Menurut As Syafi’i wajah dan kedua telapak tangannya, dihadapan laki-laki bukan muhrimnya adalah teteap aurat. Sedangkan di hadapan wanita kafir, bukan aurat. Begitu pula tidak boleh apabila seorang wanita muslimah memperlihatkan sebagian anggota tubuhnya ketika bekerja di rumah, seperti leher, dan lengan tangan.
Ukuran Aurat Wanita Dalam Shalat
Madzhab Hanafi: Batas aurat wanita dalam shalat adalah seluruh tubuhnya sampai rambut yang terurai dadri arah telinga pun termasuk aurat. Hal berdasarka sabda Nabi Saw.”Almar’atu Auratun yang artinya Wanita itu adalah aurat”. Namun ada pengecualian perut kedua telapak tangan bukan aurat, tapi punggungnya tetap aurat. Sebailiknya telapak kaki, punggungnya buka aurat, tapi perutnya aurat.
Madzhab Syafi’i: Batas aurat wanita dalam shalat adalah seluruh tubuhnya, sampai rambut yang terurai dadri arah telinga, kecuali wajah, kedua telapak tangan saja, baik punggung ataupun perutnya.
Madzhab Hambali: Batas aurat wanita dalam shalat adalah seluruh tubuh selain wajah saja. Selain wajah, tubuh wanita yaitu aurat.
Madzhab Maliki: dalam hal ini aurat wanita dbagi menjadi dua: Mughalladzhah dan Mukhaffafah(aurat berat dan ringan). Aurat Mughalladzhah menurut pendapat ini seluruh tubuh wanita selain ujung-unjungnya dan dada.
Penutup Aurat Dalam Shalat
Bahan untuk penutup aurat, hendaknya tebal. Bahkan yang tipis tidak sah sebagai penutup aurat, yakni bahan yang masih menampakkan warna kulit yang ada dibawahnya atau lekuk-lekuk tubuh menjadi tergambar jelas.
Penutup Wajah Ketika Sholat Shalat
Bagi wanita yang menutup wajah ketika shalat (sujud), maka shalatnya tidak sah(batal), sebab dahi dan hidung tidak menempel ke bawah kerena ada kain yang menempel di mukanya.
Rambut Wanita keluar ketika Shalat
Bila rambut yang keluar hanya satu lembar dan tidak sengaja, maka shalatnya tetap sah. Namun bila rambut dikeuarkan secara sengaja waaupun satu atau lebih,, maka secara mutlak shalatnya batal(tidak sah).
Wanita Melahirkan Terbuka Auratnya
Bagi wanita muslimah yang auratnya terbuka ketika melahirkan itu diperbolehkan. Karena seorang bidan atau dukun beranak pasti membuka aurat wanita yang diurusnya. Bila dengan tidak dengan cara itu, bidan tidak dapat menolongnya. Semua itu demi menolong bayi dan ibunya, dan Allah SWT tidak melarang hal itu apabila hambanya terpaksa mengalami kesulitan(terpaksa). Berdasarkan firman Allah SWT “Barang siapa terpaksa (tetapi ) tidak (ia) sengaja mau dan tidak(ia) melebihi batas, maka tidak ada dosa atasnya(Q.S Albaqarah:)”
Aurat Terbuka Ketika Shalat
Madzhab Hanafi: Bila yang tersingkap itu seperempat dari aurat Mughalladzah (qubul dan dubur dan sekitarnya) maupun aurat mukahaffaf(selain qubul dan dubur) saat shalat lamanya sepanjang pelaksanaan satu rukun, maka shalatnya rusak(batal) sekalipun bukan perbuatan diri sendiri, karena terbuatan angin upamanya. Sedangkan jika yang tersingkap kurang dari seperempat, tapi atas perbuatan sendiri, itupun seketika shalatnya mutlak batal, sekalipun lamanya kurang dari sepanjang satu rukun. Adapun jika aurat itu tersingkap sejak sebelum memulai shalat tapi ada seperempatnya, maka shalatnya belum bisa dilaksanakan.
Madzhab Syafi’i: Apabila aurat terbuka ketika shalat, padahal ada kemampuan untuk menutupnya, maka shalatnya batal, baik yang terjadi pada laki—laki atau perempuan. Adapun bila aurat tersingkap oeh angin dan seketika itu ditutup kembali, tanpa menimbulkan banyak gerak, maka shalatnya tidak batal. Sedangkan jika terbukanya aurat buka karena angin sekaipun oleh binatang atau anak kecil, maka shalatnya batal.
Madzhab Hambali: Apabila aurat terbuka ketika shalat tanpa sengaja, dan terbukanya hanya sedi kit, maka shalatnya tidak batal, sekalipun terbukanya cukup lama. Jika yang terbuka cukup lebar, oleh angin upamanya, tetapi seketia ditutup kembali tanpa menimbulkan banyak, maka shalatnya shalatnya tidak batal, sekalipun seluruh aurtanya terbuka. Tapi kalau tiidak segera ditutup, maka shalatnya batal. Kemudian kalau auratnya itu dengan sengaja dibuka, maka shalatnya batal.
Madzhab Maliki: Sesungguhnya tebukanya aurat muhgalladzah , adalah mutla membatalkan shalat. Jadi kalau seseorang memulai shalat dalam keadaan tetutup auratnya, tiba-tiba penutup itu jatuh di tengah-tengah shalat, maka shalatnya batal. Dan mutlak harus diulangi.
Berdasarkan firman Allah AWT Q.S Annur:31 yaitu laki-laki yang tergolong muhrim bagi wanita dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Suami 2. Ayah 3. Ayah Dari Suami 4. Anak Sendiri 5. Saudara laki-laki 6. Anak dari Saudara laki-laki 7. Budak yang mereka miiki 8. Pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keiginanan terhadap wanita 9. Anak-anak yang tidak mengerti tentang aurat wanita 10. Saudara laki-aki sesususn 11. Paman, baik dari fitrah ayah ataupun ibu.
Sumber Bacaan
· KH,Syafi’i Abdullah. Fiqih Wanita. Arkola:Surabaya.
· Ust.Labib.MZ. 2001.Wanita Bertanya Islam Menjawab. Terbit Terang: Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar